[KHUTBAH IDUL FITRI 1442 H] Menjaga Hidayah Hingga Surga

By Muslim ID |    2114 Views 10 Mei 2021, 22:29:25 WIB Khutbah
[KHUTBAH IDUL FITRI 1442 H] Menjaga Hidayah Hingga Surga

Keterangan Gambar : ilustrasi (pixabay)


Oleh: Akmal Burhanuddin Lc.

 

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar  

Baca Lainnya :

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar

Allahu Akbar kabiiro, walhamdulillahi katsiro, wa subhanallahi bukrotaw wa ashiila…

Laa ilaaha illallah wahdah, shodaqo wa’dah, wa nashoro ‘abdah, wa a’azza jundahu, wa hazamal ahzaab wahdah

Laa ilaaha illallah wa laa na’budu Illa iyyah, mukhlishiina lahuddiin walau karihal kafirun, walau karihal musyrikun, walau karihal munafiqun…

Laa ilaah illallah wallahu akbar, Allahu akbar wa lillahil hamd

 

Alhamdulillah alladzi arsala rasuulahu bil huda wa diinil haq li yuzhhirohu alad diini kullihi wa kafaa billahi syahidaa

 

Asyahadu an laa ilaaha illallah wa asyahadu anna Muhammadan 'abduhu wa rasuuluh…

 

Allahumma shalli 'ala Muhammad wa 'ala Aali Muhammad, 'amma ba'du

 

Ma’asyiral Muslimin

Jamaah shalat Iedul Fithri yang berbahagia…

 

Puji dan Syukur senantiasa membasahi lidah dan lisan kita untuk Allah Rabbul Izzah

Shalawat dan Salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasul Junjungan, Suri Tauladan dalam kehidupan, Baginda Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.

 

Ramadhan baru saja berlalu dari tengah-tengah kita semua, berganti dengan hari yang Fithri.

 

 

Allahu akbar… Allahu akbar… Allahu akbar… walillahil hamd

 

Ikhwatal islam…

Ramadhan menjadi bulan untuk mengukuhkan, menguatkan, dan mengokohkan kembali keimanan yang merupakan buah dari hidayah yang Allah telah Allah berikan untuk kita.

 

Iman dan hidayah yang telah Allah berikan kepada kita semua bukan seperti barang, aset, ataupun kekayaan yang kita miliki. Orangtua tidak bisa memindahtangankan keimanan dan hidayah kepada anak-anaknya, karena keimanan dan hidayah bukan aset yang bisa dipindahtangankan. Orang tua tidak mungkin membelikan keimanan agar bisa digunakan orang yang dicintainya, karena iman bukan seperti barang yang bisa diperjualbelikan. Orang tua tidak mungkin mewariskan hidayah, karena hidayah bukan seperti harta warisan yang sudah jelas menjadi jatah siapa saja yang mendapatkannya.

 

Dengan demikian, kita wajib menjaga dan merawat iman dan hidayah yang telah Allah berikan kepada kita semua. Bahkan bisa jadi Allah akan memberikan banyak latihan dan ujian kepada kita semua untuk meningkatkan kadar keimanan yang sudah diberikan.

 

Allah telah menegaskan dalam surat Al-Ankabut ayat 2 bahwasanya,

أَحَسِبَ ٱلنَّاسُ أَن يُتْرَكُوٓا۟ أَن يَقُولُوٓا۟ ءَامَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ

"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: 'Kami telah beriman', sedang mereka tidak diuji lagi?"


Apakah kita akan dibiarkan setelah menyatakan keimanan kita? Apakah Allah tidak akan melakukan apa-apa setelah kita menerima hidayah-Nya? Tentu tidak, karena Allah akan memberikan ujian dan cobaan sebagai bentuk sarana untuk menaikkan posisi dan kedudukan kita semua seiring dengan semakin kuatnya keimanan dan hidayah yang ada dalam diri kita.

 

Sebagaimana Allah tegaskan dalam surat Al Mulk atau Tabarak ayat 2 dikatakan,


اۨلَّذِىۡ خَلَقَ الۡمَوۡتَ وَالۡحَيٰوةَ لِيَبۡلُوَكُمۡ اَيُّكُمۡ اَحۡسَنُ عَمَلًا ؕ وَهُوَ الۡعَزِيۡزُ الۡغَفُوۡرُۙ

"Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun"

 

Ujian yang Allah berikan tujuannya adalah LIYABLUWAKUM untuk menguji tentang kualitas kerja AHSANU AMALAN. Kenapa mesti yang paling baik bukan paling banyak? Karena kerja dan amal yang banyak belum tentu baik. Namun pekerjaan yang baik sudah tentu berkualitas.

 

Allahu akbar... Allahu akbar... Allahu akbar... wa lillahil hamd

Ikhwatal islam yang berbahagia

 

Bagi kita yang telah mendapatkan dan merasakan nikmatnya keimanan dan hidayah yang telah bersemayam dalam diri kita, maka perlu kita jaga. Bahkan perlu kita tingkatkan. Lingkungan, bahkan posisi orang terdekat tidak dapat menjamin bahwa iman dan hidayah akan ada dalam diri kita. Pernah kita dengar adanya anak seorang kyai yang sakaw karena narkoba. Ada putra seorang tokoh agama yang terjerumus dalam pergaulan bebas. Bahkan begitu sedihnya anak-anak seorang ustadz yang ayahnya melepaskan keimanan karena buaian dan godaan kekayaan kesenangan duniawi. Lepasnya iman dan hilangnya hidayah bukan suatu hal yang mustahil terjadi kepada siapapun, termasuk diri kita. Naudzubillah, semoga hal ini tidak terjadi pada kita semua.

 

Ikhwatal iman

Coba kita coba perhatikan surat At-Tahrim ayat 10, tentang dua orang yang melepaskan keimanannya dan menjauhkan dirinya dari hidayah Allah. Padahal keduanya berada dibawah asuhan manusia hebat yang merupakan nabi dan utusan Allah, Allah berfirman:

 

ضَرَبَ اللّٰهُ مَثَلًا لِّـلَّذِيۡنَ كَفَرُوا امۡرَاَتَ نُوۡحٍ وَّ امۡرَاَتَ لُوۡطٍ‌ ؕ كَانَـتَا تَحۡتَ عَبۡدَيۡنِ مِنۡ عِبَادِنَا صَالِحَـيۡنِ فَخَانَتٰهُمَا فَلَمۡ يُغۡنِيَا عَنۡهُمَا مِنَ اللّٰهِ شَيۡــًٔا وَّقِيۡلَ ادۡخُلَا النَّارَ مَعَ الدّٰخِلِيۡنَ‏

"Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang kafir, istri Nuh dan istri Luth. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang shalih di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, tetapi kedua suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksaan) Allah; dan dikatakan (kepada kedua istri itu), 'Masuklah kamu berdua ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka).' ".

 

Siapakah kedua wanita itu dan apa sebab menggadaikan keimanannya hingga bisa lepas dan menjauh dari hidayah Allah?

Yang pertama adalah Wahilah, Istri Nabi Nuh. Wanita yang mendapatkan pengawasan langsung dari seorang Nabi, namun iman lepas dari dirinya. Bukannya mendukung dakwah suaminya, namun wahilah malah justru membully suaminya dengan mengatakan sebagai orang gila. Berdakwah selama 950 tahun lamanya, namun hanya segelintir orang yang menyambut dakwahnya.

 

Adapun yang kedua adalah Wa’ilah, istri Nabi Luth. Wanita yang juga dibawah bimbingan langsung dari seorang Nabi justru berakhir tragis dengan lepasnya iman dari hatinya. Wa’ilah bersekongkol dengan masyarakat yang melakukan penyimpangan seksual dengan membocorkan informasi akan datangnya tamu ke rumah nabi Luth. Kode berupa api dan asap dari rumah nabi luth atas kedatangan tamu lelaki hansome diberikan oleh istri Nabi Luth.

 

Kedua tindakan ini merupakan bentuk penkhianatan sebagaimana yang Allah jelaskan pada ayat 10 surat At Tahrim

فَخَانَتٰهُمَا فَلَمۡ يُغۡنِيَا عَنۡهُمَا مِنَ اللّٰهِ شَيۡــًٔا

"..lalu kedua isteri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah.."

 

Allahu akbar… Allahu akbar… Allahu akbar…

Jamaah Shalat Idul Fithri yang dimuliakan Allah…

 

Fragmen seperti di atas juga terjadi pada putra Nabi Nuh, anak yang dibesarkan hingga dewasa itu akhirnya berpisah arah menjauh dari hidayah Allah. Secara lengkap hal itu Allah gambarkan dalam surat Hud ayat 40 s.d 47. Dalam ayat 40 Allah berfirman:

 

حَتَّى إِذَا جَاء أَمْرُنَا وَفَارَ التَّنُّورُ قُلْنَا احْمِلْ فِيهَا مِن كُلٍّ زَوْجَيْنِ اثْنَيْنِ وَأَهْلَكَ إِلاَّ مَن سَبَقَ عَلَيْهِ الْقَوْلُ وَمَنْ آمَنَ وَمَا آمَنَ مَعَهُ إِلاَّ قَلِيلٌ

 

"Hingga apabila perintah Kami datang dan dapur telah memancarkan air, Kami berfirman: 'Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman.' Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit."

 

Allah perintahkan Nabi Nuh untuk menaikkan binatang secara berpasangan dan keluarga nabi Nuh keatas bahtera. Perahu berjalan, hingga akhirnya Nabi Nuh menyaksikan anaknya yang sedang berusaha menyelamatkan diri dari tingginya air disebuah bukit. Ayat 42 dan 43 dari surat Hud menjelaskan,

 

وَهِىَ تَجۡرِىۡ بِهِمۡ فِىۡ مَوۡجٍ كَالۡجِبَالِ وَنَادٰى نُوۡحُ اۨبۡنَهٗ وَكَانَ فِىۡ مَعۡزِلٍ يّٰبُنَىَّ ارۡكَبْ مَّعَنَا وَلَا تَكُنۡ مَّعَ الۡكٰفِرِيۡنَ‏

قَالَ سَـَٔاوِىٓ إِلَىٰ جَبَلٍ يَعْصِمُنِى مِنَ ٱلْمَآءِ ۚ قَالَ لَا عَاصِمَ ٱلْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ ٱللَّهِ إِلَّا مَن رَّحِمَ ۚ وَحَالَ بَيْنَهُمَا ٱلْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ ٱلْمُغْرَقِينَ
 

"Dan kapal itu berlayar membawa mereka ke dalam gelombang laksana gunung-gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, ketika dia (anak itu) berada di tempat yang jauh terpencil, 'Wahai anakku! Naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah engkau bersama orang-orang kafir.'

Anaknya menjawab: 'Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!' Nuh berkata: 'Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang'. Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan."

 

Sebagai seorang ayah, Nuh tentunya memiliki rasa sayang dan cinta yang luar biasa kepada anaknya. Ungkapan panggilan kesayangan dilakukan untuk memanggil anaknya dengan ungkapan “Ya Bunayya”. Kata yang sama yang digunakan Ibrahim saat memanggil Ismail dan kata itulah yang digunakan Luqman saat menasehati anaknya.

 

Ma'asyiral Muslimin, Jamaah shalat idul Fithri yang dimuliakan Allah…

 

Ajakan yang penuh cinta dari sang ayah malah dibalas dengan kesombongan, “Biarkan aku naik ke atas gunung yang akan melindungi aku dari air bah”. Padahal Nabi telah mengingatkan anaknya, bahwa pada hari ini tidak akan ada yang bisa selamat dari keputusan Allah.

 

Dialog itu berakhir dengan perpisahan yang menyedihkan. Keduanya dipisahkan dengan gelombang ombak. Anak itu tenggelam entah kemana diiringi kesedihan Nuh sebagai seorang ayah yang mencintai darah dagingnya.

 

Ikhwatal kiram,

Di tengah kesedihan itu, Nabi Nuh protes kepada Allah… kenapa Allah tidak menyelematkan anaknya?! Bukankah putranya itu adalah bagian dari anggota keluarganya?! Bukankah pada ayat 40 sebelumnya Allah telah menjanjikan bahwa keluarga Nabi Nuh termasuk yang akan diselematkan dari peristiwa besar di hari itu.

 

وَنَادَىٰ نُوحٌ رَّبَّهُۥ فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ٱبْنِى مِنْ أَهْلِى وَإِنَّ وَعْدَكَ ٱلْحَقُّ وَأَنتَ أَحْكَمُ ٱلْحَٰكِمِينَ

"Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya' "
 

Ikhwatal islam,

Allah meluruskan protes yang disampaikan Nabi Nuh. Benar bahwa Allah akan menyelamatkan keluarga Nabi Nuh, namun anak yang dimaksud oleh Nabi Nuh tidak masuk dalam ketegori keluarga yang diinginkan Allah. Sebab anak itu tidak melakukan amal shalih, justru mendurhakai dan menolak seruan ayahnya untuk naik ke atas kapal. Dan lebih dahsyat dari itu adalah pernyataan Allah yang menyatakan bahwa anaknya telah memasang sekat antara hatinya dengan hidayah Allah. Menjauhkan dirinya dari iman yang selama diajarkan oleh ayahnya.

 

قَالَ يَٰنُوحُ إِنَّهُۥ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ ۖ إِنَّهُۥ عَمَلٌ غَيْرُ صَٰلِحٍ ۖ فَلَا تَسْـَٔلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ ۖ إِنِّىٓ أَعِظُكَ أَن تَكُونَ مِنَ ٱلْجَٰهِلِينَ

"Allah berfirman: 'Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan'."
 

Ikhwatal kiram,

Terakhir… Sosok orang yang dicintai Rasulullah Saw, Abu Thalib.

 

Rasulullah tidak berdaya untuk sampainya hidayah Allah kepada Abu Thalib, karena dirinya telah membuat sekat dari hidayah itu. Upaya Rasulullah tentunya sudah maksimal membimbing agar paman yang sangat dicintainya itu mau mengucapkan kalimat tauhid Laa Ilaaha Illallah. Namun Bully-an tokoh-tokoh musyrik Quraisy yang mengelilinginya membuat Abu Thalib gengsi mengucapkan kalimat thayyibah itu.

 

Allahu akbar… Allahu akbar… Allahu akbar… walillahil hamd.

 

Jamaah yang dimuliakan Allah…

 

Ramadhan yang baru lalu mengajarkan kita agar kita tetap berada dalam naungan iman dan dekapan hidayah. Yang jadi pertanyaan terakhir adalah, bagaimana agar hidayah Allah itu mudah kita terima dan iman yang sudah ada semakin bersamai dalam jiwa?

 

Pertama, bukalah hati agar hidayah datang menghampiri

Abu Thalib, Abu Jahal, Abu Lahab, Ust Saefudin yang belakangan murtad dan menjadi pendeta bukannya tidak mendapatkan hidayah Allah, namun hatinya sudah kadung menutup. Sehingga hidayah itu tidak dapat menembus jiwanya.

 

Ketika hati terbuka untuk hidayah Allah, maka iman akan mudah menembus. Ayat-ayat Allah akan menjadi pemicu bagi hidayah, karena Al-Quran bukan hanya menjadi hidayah dan petunjuk bagi orang yang bertakwa saja, namun juga menjadi HUDAN LIN NAAS, petunjuk dan hidayah bagi manusia.

 

Profesor Jacques Cousteau asal Perancis menjadi salah satu contoh orang telah membuka hatinya untuk menerima hidayah Allah walau hanya melalui 2 ayat dalam surat Ar Rahman.

 

مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيَانِ ، بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ لَا يَبْغِيَانِ

"Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing."

 

Ia masuk Islam setelah menemukan fenomena lautan yang berada dalam satu hamparan, namun seolah seperti tersekat menjadi dua bagian. Bulan Ramadhan telah mengajarkan kepada kita agar hati kita senantiasa tunduk terhadap perintah Allah dan menjauhi larangannya.

 

Kedua, perbanyak interaksi dengan Al-Quran

Al Quran menjadi inspirasi bagi muslim dan non muslim yang selalu membuka hatinya untuk kebenaran yang datang. Al-Quran yang diturunkan di bulan Ramadhan, menjadi hidayah bagi siapapun tanpa terkecuali. Interaksi kita dengan Al-Quran, menunjukkan seberapa kuat kita membuka pintu untuk hidayah Allah untuk kita terima dalam hati kita.

 

Ketiga, perbanyak zikir

 

Keempat, tetap berusaha untuk bergaul dan berteman dengan orang-orang sholeh.

 

Kelima, berdoa dan meminta kepada Allah agar tetap bisa istiqomah dan stabil dalam keimanan

 

Doa yang diajarkan Rasulullah saw kepada kita agar tetap kukuh dan kokoh dalam agama ini adalah,

 

يا مقلب القلوب ثبت قلبي علي دينك

"Wahai yang Maha membolak balikkan hati, tetapkanlah hati ini pada agama-MU."

 

Ma’syiral Muslimin rahimakumullah.

Semoga hari yang fitri ini menjadi moment berharga bagi kita untuk meningkatkan iman dan menjadi jalan bagi hidayah Allah kepada diri kita semua.

 

Mari kita tutup dan akhiri khutbah ini dengan doa,

Rabbanaa laa tuzigh quluubanaa ba’da idz hadaitanaa wa hablanaa min landunka rohmatan innaka antal wahhaab..

Ya muqollibal qulub, tsabbit qolbii 'ala diinika. Ya musharrifal quluub, sharrif quluubanaa 'alaa thaa’atika.

 

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment