Syariat, Hikmah, dan Waktu Pelaksanaan Ibadah Kurban

By Admin |    269 Views 12 Jul 2021, 05:11:05 WIB Fiqih
Syariat, Hikmah, dan Waktu Pelaksanaan Ibadah Kurban

Keterangan Gambar : ilustrasi (pixabay)


Oleh : Ardiansyah Ashri Husein, Lc., M.A

 


1. Definisi

Baca Lainnya :

 

Ibadah kurban (Qurban), berasal dari bahasa Arab, Qaruba-Yaqrubu-Qurbanan yang berarti hampir dekat, atau mendekati. Kurban juga disebut dengan Udhhiyyah (hewan kurban) atau Nahr (ibadah kurban). Syaikh Sayyid Sabiq menjelaskan,

“Udhhiyyah adalah nama bagi hewan yang disembelih baik berupa unta, sapi dan kambing pada hari Nahar (10 Dzulhijjah) dan hari-hari Tasyriq (11, 12, 13 Dzulhijjah) dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah ta’ala”. (Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq, Darul Fath Lil-I’lam al-Arabi, 4/176.

 

2. Dasar Syariat Kurban


Ibadah Kurban merupakan ibadah yang disyariatkan dalam agama Islam berdasarkan Al-Quran, As-Sunnah dan Ijma’ (konsensus) ulama. (Al-Fiqh Al-Islamy Wa Adillatuh, Syaikh Wahbah Az-Zuhaily, Darul Fikr Al-Mu’ashir, 4/2702-2703).

 

Allah ta’ala berfirman;

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ (١)فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (٢)إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الأبْتَرُ (٣)

“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berqurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membeci kamu dialah yang terputus”. [QS. Al-Kautsar : 1 – 3]

 

Allah ta’ala juga berfirman;

وَٱلْبُدْنَ جَعَلْنَٰهَا لَكُم مِّن شَعَٰٓئِرِ ٱللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ ۖ فَٱذْكُرُوا۟ ٱسْمَ ٱللَّهِ عَلَيْهَا صَوَآفَّ ۖ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا۟ مِنْهَا وَأَطْعِمُوا۟ ٱلْقَانِعَ وَٱلْمُعْتَرَّ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرْنَٰهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ


“Dan telah kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi’ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah kami telah menundukan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.” [QS. Al-Hajj: 36]

 

Diriwayatkan dari ibunda Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Tidak ada amalan manusia yang lebih dicintai Allah untuk dilakukan pada hari Nahr (Idul Adha), melebihi amalan mengalirkan darah hewan qurban). Karena qurbannya akan datang pada hari kiamat dengan tanduknya, bulunya dan kukunya. Dan darahnya akan menetes di tempat yang Allah tentukan, sebelum darah itu menetes ditanah. Untuk itu hendaknya kalian merasa senang karenanya.” [HR. At-Tirmudzi, Ibnu Majah, dan Al-Hakim].

 

Dalam riwayat Anas bin Malik, beliau berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Nabi shallallahu’alaihi wa salam berkurban dengan dua ekor kambing yang putih kehitaman (bercampur hitam pada sebagian anggota tubuhnya), bertanduk, beliau menyembelih keduanya dengan tangan beliau sendiri, beliau mengucapkan bismillah serta bertakbir dan meletakan kaki bliau di badan kedua hewan tersebut.” [HR. Al-bukhari dan Muslim].

 

3. Hukum Ibadah Kurban


Secara umum ulama berbeda pendapat apakah ibadah kurban hukumnya wajib atau sunnah, seperti rincian berikut:

 

Pendapat Pertama : Wajib

Imam Abu Hnaifah dan ulama Mazhab Hanafi menyatakan hukumnya wajib dilaksanakan setiap tahun bagi siapa saja yang mampu melakukannya. (Takmilah Fath al-Qadir : 8/67, Al-Lubab Syarh Al-Kitab: 3/232. Tabyin al-Haqa-‘iq: 6/2, Al-Bada-I’ : 5/63). Ini juga merupakan pendapat Rabi’ah, Al-Laits bin Sa’ad dan Al-Auza’i. (Al-Majmu’, Imam An-Nawawi : DKI 9/290).

 

Antara dalil yang dijadikan sandaran adalah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Barangsiapa yang memiliki kemampuan namun tidak berqurban, maka jangan sekali-kali mendekat ke tempat shalat kami”. [HR. Ahmad dan Ibnu Majah].

 

Selain itu pendapat ini juga bersandar pada perbuatan Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam yang berkurban setiap tahunnya.

Dari Abdullah Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah bermukin di Madinah selama sepuluh tahun, dan beliau menyembelih kurban tiap tahunnya” [HR. At-Tirmidzi dan Ahmad].

 

Pendapat Kedua : Sunnah Muakkadah

Ini adalah pendapat Jumhur (mayoritas ulama) termasuk Imam Asy-Syafi’i serta pengikutnya, Imam Malik, Imam Ahmad bin Hanbal dan para pengikutnya. (Bidayatul Mujtahid : 1/415, Al-Qawanin al-Fiqhiyyah : 186, Asy-Syarh al-kabir : 2/118, Mughni al-Muhtaj : 4/282, Al-muhadzzab :  1/237, Al-Mughni : 8/617, Syarh ar-Risalah Li Ibni Abi Zaid al-Qairawany : 1/366).

 

Antara dalil rujukan Jumhur adalah hadits dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Jika kalian melihat hilal Dzulhijah dan salah seorang dari kalian ingin berkurban, maka janganlah mengambil (memotong) rambut dan kukunya sedikit pun smapai ia menyembelih kurbannya.” [HR. Al-Jamaah selain Al-Bukhari].

 

Di dalam hadits ini terdapat Ta’liq (penjelasan sesuatu tentang sebab, dasar, alasan dan lain-lain) dari Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam tentang ibadah kurban yang didasari oleh iradah (keinginan) seseorang. Kaidah yang digunakan Jumhur dalam hal ini, At-Ta’liq bil Iraa-dah yunaafil al-Wujuub (penggantungan ibadah tertentu kepada semata-mata keinginan seseorang maka ibadah tersebut bukan suatu kewajiban). (Al-Fiqh Al-Islamy Wa Adillatuh, Syaikh Wahbah Az-Zuhaily, Darul Fikr Al-Mu’ashir, 4/2704).

 

4. Hikmah dan Keutamaan Ibadah Kurban


Antara hikmah dan keutamaan ibadah kurban adalah :

.  Menjalankan perintah Allah ta’ala dan sebagai bentuk kesyukuran kepadaNya atas segala nikmat yang telah diberikan. [QS. Al-Kautsar 1-3].

.  Mengamalkan sunnah para Nabi dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak pernah meninggalkan ibadah kurban. [HR. Ahmad dan Ibnu Majah].

.  Amalan yang paling utama di hari Nahar (Idul Adha). [HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al-Hakim].

.  Setiap tetes darh dan helai bulu hewan kurban akan menjadi saksi kebaikan dan mendatangkan pahala di akhirat. [HR. Ahmad dan Ibnu Majah].

.  Meningkatkan empati dan solidaritas umat. [HR. Al-Bukhari dan Muslim].

 

5. Waktu Pelaksanaan Kurban


Penyembelihan hewan kurban dilakukan setelah pelaksanaan shalat dua rakaat sunnah dan khutbah Idul Adha, baik yang menunaikan shalat Id ataupun yang tidak melaksanakannya, yaitu tanggal 10 Dzulhijjah sehingga terbenam matahari tanggal 13 Dzulhijjah. Waktu yang paling afdal adalah tanggal 10 Dzulhijjah, di pagi hari setelah pelaksanaan shalat dan khutbah Id sampal sebelum Zawal (tergelincir matahari) sebagaimana kesepakatan ulama, dan boleh pula dilakukan di malam hari tetapi dengan kemakruhan. (Al-Majmu’, Imam An-Nawawi : DKI 9/294-300; Al-Fiqh Al-Islamy Wa Adillatuh, Syaikh Wahbah Az-Zuhaily, Darul Fikr Al-Mu’ashir, 4/2714-2719).

 

Apabila matahari tanggal 13 Dzulhijjah telah terbenam sementara hewan qurban yang disiapkan belum disembelih, maka penyembelihan tetap dilakukan sebagai qadha (pengganti) atas ibadah yang terlewat, apabila kurban tersebut sudah dinazarkan pemiliknya. Namun apabila kurban tersebut tidak dinazarkan, maka pemilik diberi pilihan untuk menyembelihnya atau tidak sebagaimana penjelasan Imam An-Nawawi rahimahullahu dalam Al-Majmu’.

 

“Apabila waktu pelaksanaan kurban telah lewat sementara hewan kurban yang telah dinazarkan belum disembelih, maka penyembelihan tetap dilakukan sebagai qadha (pengganti) atas ibadah yang terlewat. Ini adlah pendapat kami Mazhab Syafi’i, serta pendapat Imam Malik dan Imam Ahmad. 
Berbeda dengan Jumhur, Imam Abu Hanifah berkata, “Tidak diqadha, karena kurban tersebut dianggap terlewat dan gugur.” [Al-Majmu’, Imam An-Nawawi: DKI 9/300].

 

(Bersambung ke bagian kedua)




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment