Hukum Menawar Harga Barang setelah Kesepakatan di Awal

By Muslim ID |    1359 Views 05 Nov 2021, 05:38:38 WIB Konsultasi
Hukum Menawar Harga Barang setelah Kesepakatan di Awal

Keterangan Gambar : ilustrasi (pixabay)


Dijawab oleh: Ardiansyah Ashri Husein Lc., MA

 

Pertanyaan

Baca Lainnya :

Ustad, saya seorang pengusaha ***** . Ada 2 pertanyaan saya seputar transaksi jual-beli.

1. Beberapa pelanggan saya, ada yang masih suka menawar harga padahal ketika di awal sudah sepakat harga. Dan kadang-kadang memaksa minta dikurangi harga. Jadi mereka membayar lebih kecil dari harga yang disepakati di awal.


2. Ada juga pelanggan yang menunda pembayaran saat jok sudah selesai. Di awal memang tidak dijelaskan secara definitif kapan waktu pembayaran. Tetapi pada umumnya transaksi yang saya pahami dan yang saya lakukan adalah serah terima harga saat penyerahan barang (penyelesaian pengerjaan jok mobil).

Mohon pencerahan.

 

Jawab

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

 

Pertama, pada dasarnya tawar-menawar harga dalam jual – beli adalah sesuatu yang mubah (dibolehkan) dalam syariat Islam. Selama tawar-menawar harga dilakukan secara baik dan tidak memaksa salah satu pihak.

 

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ


“Hai rang-orang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.” [Qs. An Nisa’:29].

 

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda secara khusus tentang jual – beli,

إِنَّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ

“Sesungguhnya perniagaan itu hanyalah perniagaan yang didasari oleh rasa suka sama suka.” [HR. Ibnu Majah, Ibnu Hibban : Hadits Shahih].

 

Dalam hadits riwayat Imam Al-Bukhari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
رَحِمَ اللَّهُ رَجُلاً سَمْحًا إِذَا بَاعَ ، وَإِذَا اشْتَرَى ، وَإِذَا اقْتَضَى

“Allah merahmati seseorang yang mudah apabila menjual, membeli dan jika menuntut haknya.”

 

Kedua, dalam akad jual beli ada rukun yang harus dipenuhi. Jika tidak terpenuhi salah satunya atau keseluruhannya maka jual beli tidak sah.

Rukunnya ada tiga, yaitu :

 

  1. Adanya Penjual dan Pembeli yang memenuhi syarat
  2. Adanya akad / transaksi yang disepakati
  3. Adanya barang / jasa yang diperjual-belikan.

 

Harga termasuk rukun yang kedua yang harus disepakati pada saat akad jual – beli berlangsung dan wajib dipenuhi oleh kedua belah pihak yang bertransaksi. Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Quran Surah Al-Maidah Ayat 1,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِۗ 

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu”.

 

Dalam hadits Abu Hurairah disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ

“Kaum muslimin wajib mematuhi perjanjian yang telah mereka sepakati.” [HR. Abu Daud].

 

Jika pembeli menolak membayar harga sesuai kesepakatan dan memaksa menawar harga dan membayar lebih kecil dari harga yang disepakati, maka perbuatan tersebut diharamkan dalam syariat karena termasuk perbuatan memakan harta orang lain secara batil.

 

Ketiga, di antara rukun dalam akad jual – beli yang harus terpenuhi adalah penetapan waktu sera-terima barang dan harga untuk menghindari gharar (ketidakjelasan dan ketidak pastian) dalam akad. Serah terima barang dan harga setidaknya bisa dilakukan dengan empat cara ;

 

  1. Jual – beli Tawaabudh, Cash and Carry.
  2. Jual – beli Salam, Pembayaran secara tunai, penyerahan barang di tangguhkan.
  3. Jual – beli BBA (al-bai’ bitsamanin ‘ajil) atau jual beli dengan sistem kredit, atau jual – beli dengan pembayaran yang ditangguhkan.
  4. Jual – beli dengan serah terima barang dan harga sama-sama tertunda.

 

Mayoritas para ulama mengatakan tidak sah jual – beli apabila harga dan waktu pembayarannya tidak disebutkan secara definitif pada saat akad, karena ada unsur gharar. Ini seperti di jelaskan dalam Ensiklopedia Fikih Kuwait.

 

Selain itu adapula keterangan dari Imam Abu Ishaq Asy-Syairazi,

“Tidak diperbolehkan jual beli dengan harga yang disebutkan secara jelas. Contohnya seperti menjual barang yang tidak disebutkan harganya, tetapi hanya menyebutkan kode tertentu, atau menjual barang seperti harga penjualan si fulan, sementara keduanya tidak tahu sama sekali harga tersebut. Maka jual – beli seperti ini tidak sah. [Al-Majmu’ 9/332].

 

Imam An-Nawawi juga berkata,

“Jumhur Ulama sepakat tidak diperbolehkannya jual – beli yang tidak menyebutkan waktu pembayaran secara jelas. [Al-Majmu’ 9/339]

 

Untuk itu, agar terhindar dari gharar yang bisa membatalkan akad transaksi jual-beli, maka kedua belah pihak hendaknya menyepakati harga barang dan waktu pembayarannya pada saat akad. Setelah disepakati maka keduanya wajib berkomitmen terhadap kandungan akad yang sudah disepakati.

 

Wallahu A’la wa A’lam

 

===

Artikel ini ditayangkan atas kerja sama Asamuslim.id dengan Indonesia Sharia Consulting Center




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment