Sunnah dalam Penyembelihan Kurban serta Pembagian Daging Kurban

By Admin |    679 Views 12 Jul 2021, 05:15:21 WIB Fiqih
Sunnah dalam Penyembelihan Kurban serta Pembagian Daging Kurban

Keterangan Gambar : ilustrasi (pixabay)


Oleh: Ardiansyah Ashri Husein Lc., MA

 

 

Baca Lainnya :

9.    Sepuluh Sunnah dan Adab Dalam Berkurban

 

Secara umum fuqaha menyebutkan bahwa dalam ibadah kurban ada sunnah dan adab yang perlu diperhatikan. (Al-Fiqh Al-Islamy Wa Adillatuh, Syaikh Wahbah Az-Zuhaily, Darul Fikr Al-Mu’ashir, 4/2714-2719). Berikut rinciannya.

 

1.    Sunnah berkurban dengan hewan yang paling gemuk dan paling baik. [HR. Abu Daud].
2.    Sunnah memilih hewan kurban yang putih kehitaman (putih bercampur hitam pada Sebagian anggota tubuhnya) dan bertanduk. [HR. Al-Bukhari dan Muslim].
3.    Sunnah mengikat atau menambatkan hewan kurban beberapa hari Id untuk mempersiapkan penyembelihan dan menunjukan syiar Islam serta semangat berkurban.
4.    Bagi yang berkurban, Ketika memasuki tanggal 1 Dzulhijjah sunnah tidak memotong rambut dan kukunya sampai proses penyembelihan kurbannya selesai. [HR. Muslim].
5.    Bagi yang berkurban, sunnah hukumnya menyembelih sendiri hewan kurbannya sebagaimana yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. [HR. Muslim dan Ahmad].
6.    Sunnah bagi yang berkurban menghadiri prosesi penyembelihan. [HR. Al-Hakim, Al-Baihaqi, ath-Thabrani dan Al-Bazzar].
7.    Menggunakan pisau sembelih yang tajam. [HR. Muslim].
8.    Penyembelih  disunnahkan menghadap kiblat Ketika menyembelih kurban. [HR. Al-Jamaah].
9.    Menghadapkan hewan sembelihan kea rah kiblat dan membaringkannya di atas lambung sebelah kiri. [HR. Abdur Razaq].
10.    Setelah itu, penyembelihan disunnahkan membaca basmalah dan berdoa,

 

“Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada Allah Pencipta langit dan bumi yang lurus (bertauhid) dan aku bukanlah termasuk golongan orang-orang musyrik. Sesungguhnya shalatku, penyembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Rabb seluruh alam. Tiada sekutu bagi-Nya, demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri kepada Allah. Ya Allah, penyembelihan ini adalah karunia dari-Mu dan milik-Mu, sebagai sembelihan dari Muhammad dan umatnya”. [HR. Ahmad, Abu Daud dan At-Tarmidzi].

 

Jika menyembelih sendiri, dilanjutkan membaca doa,

"Bismilahi Allahu akbar, ya Allah terimalah dariku dan keluargaku".

Namun jika mewakili kurban orang lain, penyembelih mengucapkan,

"Bismillahi Allahu akbar, Ya Allah terimalah dari si Fulan (boleh menyebut namanya) dan keluarganya."


Dalam mazhab Syafi’i, adab dan sunnah dalam berkurban diringkas menjadi 5 hal;
(1)    Basmalah,
(2)    Bershalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
(3)    Menghadap kiblat,
(4)    Bertakbir sebelum dan sesudah membaca Basmalah,
(5)    Berdoa.

 

10. Pembagian Hewan Kurban

 

Disyariatkan bagi yang berkurban untuk makan sebagian dari daging kurbannya, dan sebagian lagi di sedekahkan. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,

فَكُلُوا۟ مِنْهَا وَأَطْعِمُوا۟ ٱلْبَآئِسَ ٱلْفَقِيرَ

“Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” [QS. Al-Hajj: 28]


Allh Ta’ala juga berfirman,

فَكُلُوا۟ مِنْهَا وَأَطْعِمُوا۟ ٱلْقَانِعَ وَٱلْمُعْتَرَّ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرْنَٰهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.” [QS. Al-Hajj: 36]


Dalam hadits riwayat Salamah bin Al-Akwa’ radhiyallahu ‘anhu dijelaskan bahwa daging kurban itu dibagi tiga bagian, 1/3 untuk dimakan, 1/3 untuk disedekahkan, dan 1/3 untuk disimpan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Makanlah, berilah orang lain makan dan simpanlah.” [HR. Al-Bukhari]


Dari Ibunda Aisyah radhiallahu ‘anha. Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Makanlah, simpanlah dan bersedekahlah.” [HR. Muslim].

 

Ulama Mazhab Hanafi dan Hanbali berpendapat bahwa kadar pembagian adalah 1/3 dari keseluruhan daging kurban bagi masing-masing kategori berdasarkan zahir nash Al-Quran dan Al-Hadits, yaitu:
.  1/3 untuk dimakan.
.  1/3 untuk dihadiahkan kepada keluarga dan sahabat meskipun mereka kaya.
.  1/3 untuk dibagikan kepada fakir miskin.

 

Adapun  ulama Mazhab Maliki berpendapat bahwa kadar pembagian bagi masing-masing kategori bersifat mutlak (umum), yaitu tidak secara rinci harus 1/3 bagian dari keseluruhan kurban, tetapi lebih kepada penyaluran dan pendistribusian.

 

Sebagian daging kurban boleh disimpan menurut mayoritas para ulama. (Al Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, 2/350). Pendapat ini disandarkan pada zahir hadits kebolehan menyimpannya dalam kondisi surplus daging kurban. Namun dalam kondisi kekurangan dan kelaparan, maka hukum menyimpannya terlarang, sebagaimana hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

 

“Wahai penduduk kota Madinah, janganlah kalian makan daging kurban melebihi tiga hari (Hari Tasyriq, yaitu tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah)”. Para sahabat mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa mereka memiliki keluarga, sejumlah orang (kerabat) dan pembantu. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “(Kalau begitu) silahkan kalian memakannya, memberikannya kepada yang lain, dan menyimpannya”. [HR. Muslim].

 

Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam pernah melarang sahabatnya melakukan penyimpana daging kurban. Larangan ini berkaitan dengan orang-orang Arab yang datang dari desa-desa ke dalam kota. Lalu Rasulullah melarang penduduk Madinah untuk menyimpan daging kurban lebih dari tiga hari. Hal ini dimaksudkan agar orang-orang Arab badui itu tidak pulang ke kampungnya dengan tangan hampa tanpa perbekalan makanan.

 

Hal ini sebagaimana uraian Syaikh Abu Zakariya Al-Anshari dalam Asnal Mathalib,

"Dahulu penyimpanan daging kurban lebih dari tiga hari sempat diharamkan, teteapi kemudian penyimpanan itu dibolehkan berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika para sahabat mendatanginya perihal ini, ‘Dahulu aku melarang kalian perihal ini (penyimpanan) karena tamu dari desa-desa, tetapi Allah datang memberikan kelonggaran. Maka simpanlah daging yang tampak pada kalian.’ [HR. Muslim]."

 

Imam Ar-Rafi’i menjelaskan bahwa kata ‘ad-Daaffah’ (tamu yang dimaksud dalam hadits ini adalah sekelompok orang yang memasuki Kota Madinah. Mereka adalah orang yang mengalami kesulitan setahun di desa-desa. Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa mereka adalah tamu yang singgah atau mampir”. (Asnal Mathalib, Syaikh Abu Zakariya Al-Anshari, Darul Fikr [tanpa catatan tahun], VI/474).

 

Demikian penjelasan seputar panduan ibadah kurban, semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan kita.

Amin Ya Rabbal ‘alamiin.

 

Wallahu a’la wa a’lam
 

 

===

Artikel ini ditayangkan atas kerja sama Asamuslim.id dengan Indonesia Sharia Consulting Center




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment