Panduan Itikaf di Masa Pandemi

By Muslim ID |    1233 Views 01 Mei 2021, 10:09:31 WIB Ramadhan
Panduan Itikaf di Masa Pandemi

Keterangan Gambar : ilustrasi tilawah quran (pixabay)


Oleh: Ardiansyah Ashri Husein Lc., MA

 


I'tikaf adalah di antara ibadah yang utama dilakukan pada bulan Ramadhan, terutama di sepuluh hari terakhir Ramadhan, berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah.

Baca Lainnya :

 

Allah ta'ala berfirman dalam surat Al-Baqarah,

 

وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَاَنْتُمْ عَاكِفُوْنَۙ فِى الْمَسٰجِدِ
"Dan janganlah kalian mencampuri istri-istri kalian, sedangkan kalian sedang beri'tikaf di masjid." [QS. Al-Baqarah: 187].

 

Dalam hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam disebutkan,
"Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beri'tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan." [HR. Muslim].

 

I'tikaf hukumnya sunnah menurut jumhur (mayoritas) ulama baik di bulan Ramadhan ataupun di luar Ramadhan. Dalam kondisi normal, jumhur ulama mengatakan bahwa i'tikaf tidak sah dilakukan kecuali di masjid, berbeda halnya dengan Mazhab Hanafi yang mengatakan wanita boleh i'tikaf di rumah atau mushalla rumahnya. (Al-Fiqh Al-Islamy Wa Adillatuh, Syaikh Wahbah Az-Zuhaily, Darul Fikr Al-Mu'ashir, 3/1756-1757).

 

Namun dalam kondisi darurat Covid-19, saat kita diarahkan berada di rumah sementara waktu sehingga wabah ini berakhir, maka kebolehan i'tikaf di rumah adalah sebuah ijtihad yang tentunya memenuhi kemashlahatan dan menghindari kemudaratan. Hal ini seperti diungkapkan oleh Syaikh Khalid Al-Jundy, Anggota Majelis Tinggi Agama Islam, Mesir, bahwa,

 

"(Ibadah Makaniyah) I'tikaf itu adalah ibadah yang terikat dengan tempat yaitu masjid. Namun kondisi tertentu bisa berubah, di mana hukum pengganti mengambil hukum sesuatu yang digantikan. Di bulan Ramadhan, rumah bisa menjadi masjid (sementara waktu) sehingga boleh dijadikan tempat i'tikaf. Anda boleh beri'tikaf di rumah apabila rumahnya dikondisikan menjadi masjid untuk sholat bersama keluarga. Tentunya dengan menerapkan prosedur pencegahan terhadap virus Corona. Namun apabila masjid telah kembali dibuka (saat wabah Covid-19 dinyatakan hilang), maka i'tikaf harus dilakukan di masjid." (Stasiun TV DMC, 16 April 2020).

 

Syaikh Khalid Al-Jundy juga menyatakan bahwa rukhshah (keringanan) ini tentunya berpedoman pada Al-Quran dan As-Sunnah yang memperbolehkan tayamum bagi seseorang yang yang tidak mempunyai air atau terhalang menggunakan air karena alasan-alasan tertentu. Ini merupakan spirit agama Islam yang selalu mempertimbangkan kemudahan dan meringankan kesulitan. Dalam kaidah fikih disebutkan, "Hukum pengganti mengambil hukum sesuatu yang digantikan". Apabila tayamum bisa menggantikan wudh, maka i'tikaf di rumah bisa menggantikan i'tikaf di masjid.

 

I'tikaf Ramadhan di rumah sepanjang masa karantina ini boleh bagi yang ingin melakukannya dan insya Allah mendapatkan pahala sebagaimana i'tikaf di masjid. Terkait tata cara dan adab-adabnya tidak jauh berbeda dengan i'tikaf di masjid. Berikut petunjuknya:

 

Syarat I'tikaf
- Beragama Islam baik lelaki maupun perempuan
- Sudah usia baligh, namun anak-anak diperbolehkan ikut beri'tikaf dengan tetap mempehatikan kebersihan tempat i'tikaf dair najis dan yang sejenisnya.
- Aqil, berakal
- Suci dari najis seperti junub, haidh, dan nifas


Rukun I'tikaf
- Niat beri'tikaf
- Tempat i'tikaf berupa mushalla di rumah atau tempat khusus yang dijadikan tempat shalat/i'tikaf


Awal dan Akhir Waktu I'tikaf Ramadhan


عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: – كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا أَرَادَ أَنْ يَعْتَكِفَ صَلَّى اَلْفَجْرَ, ثُمَّ دَخَلَ مُعْتَكَفَهُ

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: – كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا أَرَادَ أَنْ يَعْتَكِفَ صَلَّى اَلْفَجْرَ, ثُمَّ دَخَلَ مُعْتَكَفَهُ

Sumber https://rumaysho.com/3511-waktu-mulai-masuk-i-tikaf.html

 

Dari ibunda 'Aisyah radhiyallahu 'anha, beliau berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam biasa jika ingin i'tikaf, beliau shalat Shubuh dahulu, kemudian beliau masuk ke tempat i'tikafnya." [HR. Al-Bukhari dan Muslim].

 

Dalam hadits di atas, terlihat bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mulai i'tikaf setelah shalat Shubuh. Namun ada perbedaan perspektif di kalangan ulama dalam memahami hadits di atas. Sehingga, setidaknya ada dua pendapat ulama terkait waktu mulainya i'tikaf;

 

- Pertama, mulai ba'da Shubuh pada hari ke-21 Ramadhan. Ini adalah pendapat dari Imam Ahmad, Al-Auza'i dan pendapat Imam Ash-Shan'ani sesuai dengan teks hadits di atas.

 

- Kedua, pendapat jumhur (mayoritas) ulama yang menyebutkan bahwa i'tikaf Ramadhan dimulai pada malam hari 21 Ramadhan. Dengan hujjah bahwa hadits riwayat ibunda 'Aisyah radhiyallahu 'anha di atas tidaklah menunjukkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memulai i'tikaf di pagi hari. Namun Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sudah mulai i'tikaf di malam hari, hanya saja beliau belum masuk tempat khusus untuk i'tikaf beliau (semacam tenda khusus untuk beliau di dalam masjid). Beliau baru memasuki bilik itu setelah shalat Shubuh di pagi harinya.

 

Hal ini seperti uraian Imam An-Nawawi rahimahullah,

"Mayoritas ulama memahami hadits di atas, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam masuk ke bilik i'tikaf, memisahkan diri, dan menyendiri setelah beliau melakukan shalat Shubuh. Bukan karena itu waktu mulai i'tikaf, namun beliau sudah tinggal di masjid sebelum Maghrib. Setelah shalat Shubuh, beliau menyendiri." (Syarh Shahih Muslim, Imam An-Nawawi, 8:69).

 

Pendapat jumhur juga diperkuat dengan hadits Abu Sa'id Al-Khudri, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

 


مَنْ كَانَ اعْتَكَفَ مَعِى فَلْيَعْتَكِفِ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ

"Barangsiapa ingin beri'tikaf bersamaku, maka hendaklah ia beri'tikaf pada 10 hari terakhir." [HR. Al-Bulkhari].

 

Sepuluh hari terakhir Ramadhan itu dimulai dari malam ke-21, yaitu mulai saat tenggelam matahari pada hari ke-20 Ramadhan.

 

Adapun waktu berakhirnya i'tikaf, yaitu setelah terbenam matahari pada hari terakhir bulan Ramadhan. Akan tetapi beberapa kalangan ulama mengatakan yang lebih mustahab (disenangi) adalah menunggu sampai akan dilaksanakannya shalat Id keesokan harinya.

 

Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan, "Imam Asy-Syafi'i dan pengikutnya mengatakan, 'Bagi orang yang ingin mencontoh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam beri'tikaf di sepuluh malam terakhir Ramadhan, hendaknya dia masuk masjid sebelum matahari terbenam malam keduapuluh satu, agar tidak terlewatkan sedikitpun. Dan keluar setelah matahari terbenam di malam hari raya. Baik bulan sempurna atau kurang. Yang lebih utama adalah berdiam diri malam hari raya di dalam masjid sampai melaksanakan shalat Id di lapangan shalat Id. Kalau dia keluar dari i'tikaf langsung ke shalat Id, maka dianjurkan mandi dan berhias sebelum keluar. Karena hal ini termasuk sunnah dalam hari raya.'" (Al-Majmu', Imam An-Nawawi: DKI 8/17).

 

 

===


Artikel ini ditayangkan atas kerja sama Asamuslim.id dengan Indonesia Sharia Consulting Center




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment